PROFIL
Pendidikan anak usia dini (PAUD)
adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu
upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam
tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani.
Pendidikan anak usia dini merupakan
salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada
peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik
halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi,
kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa
dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang
dilalui oleh anak usia dini.
Pendidikan anak usia dini tidak sekedar
berfungsi untuk memberikan pengalaman belajar kepada anak, juga untuk
mengoptimalkan perkembangan otak. Pendidikan anak usia dini dapat berlangsung
dimana saja dan kapan saja seperti halnya interaksi manusia yang terjadi di
dalam keluarga, teman sebaya, dan dari hubungan kemasyarakatan yang sesuai
dengan kondisi dan perkembangan anak usia dini. Pendidikan yang penuh
pemahaman, pengembangan dan kesempatan seluas-luasnya diberikan pada anak untuk
menunjukan potensi dirinya sendiri dengan memberikan pengarahan yang jelas pada
anak. Dengan demikian anak akan terdidik lebih cerdas dan menjadi seorang anak
yang berpikir positif dan berpikiran terbuka.
Ada dua tujuan diselenggarakannya
pendidikan anak usia dini yaitu:
1.
Membentuk anak yang berkualitas,
yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya
sehingga
memiliki kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar
serta mengarungi kehidupan di masa dewasa.
2.
Membantu menyiapkan anak mencapai
kesiapan belajar (akademik) di sekolah.
Adapun
model yang dikembangkan oleh Pokja PAUD di Tahun 2019
I.
MODEL DIK SOFIA (Pendidikan Sosial &
Finansial)
Pendidikan anak usia dini (PAUD)
tidak hanya terkait dengan upaya membekali mereka dengan tumbuh kembang yang
memadai, tetapi juga penguatan karakter sejak dini. Masa emas anak-anak kita
isi dengan pemahaman dan karakter yang kuat sebagai bekal mereka kelak. Persoalan karakter di
era globalisasi dan digitalisasi merupakan persoalan yang sangat fundamental.
Salah satu implementasi pembentukan karakter ialah melalui pengenalan tentang
kecerdasan finansial kepada anak usia dini, sebab salah satu bagian dari
kemampuan dasar literasi adalah literasi
finansial.
Pendidikan
finansial maknanya sangat luas. Bukan sekadar mengenalkan nilai uang, melainkan
bagaimana menggunakannya dengan baik dan bijak, bagaimana hubungannya dengan
orang lain termasuk pembentukan karakter,
dan pengenalan keaksaraan.
Kecerdasan finansial
merupakan upaya memampukan anak dan mengajari anak untuk bisa memahami kegiatan
atau aktivitas mengelola keuangan sehari-hari yang sederhana. Kemampuan
mengelola keuangan tidak mungkin hanya dicapai melalui pendidikan finansial dan
akses finansial saja, tetapi juga memerlukan adanya perubahan perilaku
finansial setiap individunya. Artinya, pendidikan finansial tidak serta merta
mengubah perilaku finansial seseorang, karena itu pendidikan finansial harus
dilakukan terintegrasi dengan pendidikan sosial. Oleh sebab itu?anak-anak sejak dini diajarkan tentang pemahaman pengelolaan
uang sebagai pendidikan karakter. Sehingga ke depan akan menghasilkan generasi
yang benar-benar mampu mengelola finansial dan sosial.
Berdasarkan
hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan di enam satuan PAUD di dua
kabupaten yaitu Kabupaten Gowa dan Kabupaten Maros, maka dapat disimpulkan
bahwa pendidikan sosial dan finansial sangatlah penting dan perlu diberikan
kepada bagi anak usia dini. Responden - yang terdiri dari unsur dinas
pendidikan, pengawas, pamong belajar, kepala sekolah, guru, dan orang tua -
seluruhnya menyatakan membutuhkan model pendidikan sosial dan finansial untuk
membentuk karakter anak sejak dini dengan membiasakan anak untuk berbelanja
sesuai dengan kebutuhan, menabung, dan berbagi dengan orang lain.
BP PAUD dan Dikmas Sulawesi Selatan sebagai UPT Pusat Ditjen PAUD dan Dikmas yang
mempunyai tupoksi pengembangan program tidak terlepas dari pembentukan karakter
anak sejak usia dini. Berdasarkan hal tersebut di atas maka BP PAUD dan Dikmas Sulawesi Selatan akan
mengembangkan model Dik Sofia Pendidikan Sosial dan Finansial Bagi Anak Usia
Dini dengan melibatkan peserta didik, pendidik, kepala sekolah, dan orang tua anak di satuan PAUD.
II.
MODEL TPPA (Tingkat
Pencapaian Perkembangan Anak)
Kurikulum
2013 PAUD dikembangkan dengan mengacu pada Permendikbud Nomor 137 tahun 2014
tentang Standar Nasional PAUD. Hal ini merupakan upaya untuk merealisasikan
Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak (STPPA) yang merupakan bagian
penting dari Standar Nasional PAUD. STPPA yang dimaksud adalah kriteria tentang
kemampuan yang dicapai anak pada seluruh aspek perkembangan dan pertumbuhan,
mencakup aspek nilai agama dan moral, fisik-motorik, kognitif, bahasa,
sosial-emosional, serta seni.
Untuk
mendapatkan gambaran obyektif dari STPPA pada anak usia dini Indoesia sesuai
aspek-aspek perkembangan maka diperlukan pemantauan yang seksama, utuh dan
kompresehensif.
Agar proses dan hasil pemantauan
dapat dipertanggungjawabkan, maka diperlukan instrumen yang handal, yaitu yang
validitas dan reliabilitasnya terpercaya. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut,
Tim yang dibentuk oleh Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini
Direktorat Jendederal PAUD dan Dikmas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
telah menyusun instrumen yang diberi nama Instrumen TPPA (Tingkat Pencapaian
Perkembangan Anak), yang dilengkapi dengan rubrik dan cara-cara pengisiannya.
III.
MODEL
PURINA (Pendidikan Pengurangan Resiko Bencana untuk Anak Usia Dini)
Kondisi
alam wilayah negara Indonesia memiliki potensi sangat rawan atau rentan
terhadap segala jenis bencana. Fakta yang dihadapi oleh Indonesia sampai
sekarang ini yaitu bahwa hampir setiap wilayah tidak ada yang tidak pernah
bebas dari peristiwa bencana. Oleh karena itu Pemerintah Indonesia merasa perlu
untuk mengembangkan kesiapsiagaan terhadap bencana dituangkan melalui terbitnya
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
Dalam UU
tersebut disebutkan secara jelas bencana dan rawan bencana, yaitu: (1) bencana
adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan menggangu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan
non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis; dan
(2)
rawan bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis,
klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada
suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah,
meredam, mencapai kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak
buruk bahaya tertentu.
UU
nomor 24 tahun 2007 (pasal 26) menyatakan prioritas Pengurangan Risiko Bencana
perlu dimasukkan ke dalam sektor pendidikan, di mana setiap orang berhak
mendapatkan pendidikan, pelatihan, dan keterampilan dalam penyelenggaraan
penanggulangan bencana, baik dalam situasi tidak terjadi bencana maupun situasi
terdapat potensi bencana. Melalui pendidikan dan pelatihan penanggulangan
bencana baik secara formal dan nonformal, diharapkan budaya aman dan
kesiapsiagaan menghadapi bencana dapat terus dikembangkan.
Bagian
dari keseluruhan mandat Undang-Undang Penanggulangan Bencana yang harus
direalisasikan pemerintah adalah melakukan kegiatan pengurangan risiko bencana.
Ini meliputi kegiatan-kegiatan pencegahan dan mitigasi bencana yang harus
dilakukan di semua lini dengan pelibatan sebanyak mungkin unsur yang ada di dalam
pemerintah dan masyarakat. Muara dari kegiatan pengurangan risiko bencana ini
adalah meningkatnya ketahanan masyarakat dalam menghadapi bencana. Dalam
konteks ini, sektor pendidikan memiliki peran sangat strategis untuk
mengenalkan nilai-nilai, pengetahuan dan pemahaman tentang pengurangan risiko
bencana kepada anak-anak sejak dini.
Undang-Undang Penanggulangan Bencana
sendiri secara khusus menyinggung tentang kegiatan pengurangan risiko bencana
yang berkaitan dengan pendidikan pada pasal 26 di mana dinyatakan bahwa setiap
orang berhak mendapatkan pendidikan, pelatihan, dan keterampilan dalam
penyelenggaraan penanggulangan bencana.
IV.
MODEL STEAM (Science,
Teknologi, Engineering, Art dan Matematic)
Konsep pendidikan yang berfokus pada
aspek kolaborasi, mengarahkan anak untuk berfikir kritis, kreativitas, berinovasi serta
mencari solusi (problem solving),
yang berbasis internasional didasari pada nilai-nilai moral dan budaya
Indonesia.
Disadari ataupun tidak, bahwa
dunia pendidikan terus berinovasi sehingga jika tidak mengikuti perkembangan
menuju pada perubahan maka kita akan tetap tertinggal dalam segala hal.
Oleh
karena itu untuk melahirkan generasi masa depan yang siap menghadapi segala
tantangan diperlukan pendekatan pembelajaran yang menekankan pada praktek
langsung. Pendekatan pembelajaran yang mengarah pada praktek langsung tidak
terlepas dengan pelibatan lingkungan sebagai wahana pembelajaran sebagai obyek
langsung. Hal ini terkait dengan pembelajaran yang digagas oleh Jean Jacques
Rosseau (1712 – 1778) menekankan pembelajaran yang dilakukan harus menggunakan
pendekatan alam yang disebutnya pendekatan naturalistik.
Pendidikan
naturalistik membiarkan anak tumbuh tanpa intervensi dengan cara tidak
membandingkan anak satu sama lain serta memberikan kebebasan anak untuk
mengeksplorasi tanpa membahayakan diri sendiri dan orang lain.
Sebagai seorang
naturalist maka Rousseau meyakini agar orang dewasa tidak memberikan
batasan-batasan pada anak, karena pengaruh batasan tersebut sangat besar, yakni
menghambat perkembangan anak. Kesiapan anak merupakan faktor penting dalam
proses pembelajaran. Dalam hal ini kebebasan yang dimaksud bukanlah kebebasan
tanpa arah tetapi kebebasan yang terbingkai melalui pendampingan orang dewasa
atau guru. Pendapat ini diperkuat oleh Montessori menyatakan bahwa anak-anak
terlahir sebagai peneliti ilmiah, serta kemampuan untuk berfikir bagaikan
seorang ilmuwan sudah dimiliki sejak lahir.
Sejalan
dengan hal tersebut di atas, yang terkait dengan pembelajaran aktif, inovatif
serta berfikir kritis sejalan dengan konsep pembelajaran STEAM (Science, Teknologi, Engineering, Art dan Matematic) yang mana konsep utamanya adalah
praktek sama pentingnya dengan teori. Artinya harus menggunakan tangan dan otak
untuk belajar. Jika anak hanya belajar teori di dalam kelas maka anak takkan
bisa mengimbangi perubahan dunia yang dinamis. Fitur utama STEAM adalah pusat
pembelajaran dari berbagai subjek berbeda, dimana anak bisa menggunakan tangan dan
otak mereka. Anak harus mempraktekkan ilmu yang mereka pelajari.
Program / Kegiatan:
LABSITE PAUD KUNJUNG TAHUN 2014
Karakteristik wilayah kepulauan membutuh-kan layanan mobile dalam rangka perluasan akses layanan, peningkatan mutu program, pendampingan dan peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan dengan memaksimalkan fungsi Kapal Pembelajaran “Tonro Kassi”.
Sasaran: 3 Satuan PAUD pada daerah Kepulauan.
Rencana Identifikasi Lokasi Labsite: Kepulauan Pangkep Kab. Pangkep - Sulsel.
LABSITE PAUD INKLUSI TAHUN 2014
Labsite PAUD Inklusi lahir untuk mendorong terwujudnya partisipasi penuh anak difabel dalam kelas reguler tanpa mem-pertimbangkan kecacatan atau karakteristik lainnya. Dengan demikian sekolah atau pendidikan menjadi lingkungan belajar yang ramah bagi semua anak.
Sasaran: Terselenggaranya satuan PAUD dengan layanan inklusi.
Rencana Identifikasi Lokasi Labsite: Kabupaten Gowa - Sulsel.